Madara dan Sosial Masyarakatnya

Gambar
Orang kota pasti jarang melihat seperti ini! Madara dalam gambar Di daerah penulis memang masih jauh dari kata "maju pesat" karena memang memiliki ibukota daerah yang stagnan dan berada di tengah-tengah bumi borneo. Tetapi walaupun demikian, daerah yang masih dikelilingi hutan ini menyimpan kehidupan sosial yang membumi. Inilah yang membuat daerah penulis menjadi begitu asri, damai, tentram, jauh dari hiruk pikuk kota yang begitu kompleks masalahnya. Madara, sebuah desa di pedalaman merupakan salah satu dari banyak desa yang ada di Kalimantan Tengah khususnya di Kabupaten Barito Selatan. Daerah ini masih asri dan dikelilingi hutan belantara. 14 km dari Jalan provinsi yang menghubungkan kota Buntok dengan ibukota Provinsi Kalimantan tengah yaitu Palangka Raya, tetapi akses untuk masuk ke daerah ini seiring dengan perkembangan lumayan baik. Mobil roda empat dengan tinggi body dari ban mobil +/- 40cm sudah bisa masuk ke daerah ini. So, apa saja yang menurut penulis pasti jarang ...

Adat atau Kebiasaan Suku Dayak Pra dan Pasca Melahirkan

Memiliki anak pasti merupakan bagian yang di idam-idamkan bagi sebuah keluarga, karena dengan hadirnya anak maka lengkaplah kehidupan sebuah keluarga. Saya rasa kita tidak perlu membahas atau menceritakan tentang bagaimana rasanya jika dalam keluarga lahir seorang anak.

Sekarang pokok membicaraan kita adalah mengenai adat atau kebiasaan bagi suku dayak saat akan berlangsung proses persalinan si ibu secara normal di rumah.


Pra Melahirkan
1. Sudah menjadi tradisi atau budaya bahwa ketika sang ibu mulai merasakan ciri-ciri tanda akan melahirkan cabang bayinya, sang ayah harus membakar daun dan tangkai pohon limau di sekeliling rumahnya.

2. Selain membakar daun dan tangkai pohon limau, sang suami juga wajib menyematkan tangkai dan daun limau diatas pintu dan jendela rumahnya

Cara atau tradisi diatas dilakukan atas dasar kepercayaan untuk menghilangkan bau darah dari mahluk-mahluk halus yang bisa mengganggu (menghisap darah) yang keluar saat sang ibu melahirkan.

3. Pada bagian ini hal lain yang juga perlu dilakukan adalah memberikan si ibu yang akan melahirkan satu gelas air yang sudah di bubuhkan pelungsur (bahan atau mantra untuk memudahkan proses persalinan dengan cepat).

Pasca Melahirkan
Setelah proses melahirkan berjalan dengan normal tanpa gangguan, selanjutnya sang ayah diwajibkan membersihkan sendiri tembuni (bunga) yang keluar bersama dengan sang bayi hingga bersih.
Tembuni tersebut dimasukkan kedalam sebuah guci kecil yang di dalam sudah di isi dengan campuran garam, beras, dan sahang. Setelah tembuni dimasukkan, taburkan kembali sedikit beras dan garam diatasnya lalu tambahkan satu uang logam, jarum, pensil serta buku, kemudian kubur diatas tanah yang sudah di gali. Pada proses menguburkan tembuni, sang ayah diwajibkan tidak boleh melihat ke kiri, kanan, atas atau bawah.

Setelah selesai tembuni di kubur, pasang lampu / suluh selama 40 hari sebagai tanda bahwa di tempat itulah tembuni di kuburkan.

Tembuni diibaratkan sebagai teman / sahabat dari sang bayi saat didalam kandungan. Karena itulah saat tembuni dikuburkan, perlu dilaksanakan dengan sebaik mungkin. Sementara beras, garam, sahang, uang logam, jarum, pensil dan buku merupakan do'a bagi sang bayi agar saat besar kelah, ia menjadi orang yang pintar serta hidup berkecukupan.

Saat proses menguburan tembuni sang ayah tidak boleh melihat ke kiri, kanan merupakan kepercayaan agar mata si anak tidak menjadi juling (stabismus).

Pada masa pasca melahirkan, tugas sang ayah menjadi cukup berat, dimana ia wajib membersihkan (mencuci) pakaian yang digunakan si bayi tanpa menggunakan mesin cuci. Sang ayah harus menggunakan tangannya untuk mencuci pakaian si bayi. Teknik mencuci pun berbeda dari biasanya.
Pakaian si anak tidak boleh di peras secara memutar saat membilas. Hal ini diyakini agar si anak tidak sakit perut (mules). 

Selanjutnya adalah saat membersihkan kotoran si bayi. Sang ayah yang mungkin baru menjadi ayah akan sedikit canggung dan jijik melihat kotoran manusia. Namun untuk kotoran si bayi, saat membersihkannya, sang ayah tidak boleh meludah atau melihat jijik. Ia harus tetap tenang dan membersihkannya seperti bukan sedang memegang kotoran. Hal ini diyakini agar si anak juga menjadi lebih dekat dengan anaknya.

Itulah sekilas singkat tentang bagaimana adat atau kebiasaan suku dayak pra dan pasca melahirkan anak-anak mereka



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Dayak Ma'anyan

Apa itu Bisi Kurik?

Suku Dayak - Angka dalam bahasa Maanyan