Alang-alang ternyata bukan ilalang

Blogger friend's request 
(Tulisan ini berdasarkan permintaan teman blogger yang menginginkan saya bercerita seperti dulu. (agak repot juga kembali nulis kayak dulu lagi hehehe...)

oke, kita mulai :
Agak terasa aneh tentunya kalau orang Indonesia sendiri perlu belajar pelajaran bahasa Indonesia.
Jika di tela'ah, untuk apa sebuah negara yang warga negaranya di sebut dengan warga negara Indonesia harus repot belajar bahasa Indonesia?

Tanpa harus dijawab menggunakan bahasa ilmiah, kronologis cerita fiksi singkat berikut ini bisa memberikan jawaban Mengapa orang Indonesia wajib belajar Bahasa Indonesia

Walaupun mungkin anda belum pernah ke Kalimantan Selatan tetapi provinsi dengan kota Banjarmasin sebagai ibukotanya ini memiliki bahasa daerah yang disebut dengan bahasa Banjar.
Secara umum warga suku banjar atau pun suku lain yang ada diseluruh Indonesia ini plus minus 99 % sudah bisa berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia, tetapi sekitar 10 % yang masih belum bisa berbahasa Indonesia khususnya warga yang berada daerah pedalaman. Begitu pula dengan masyarakat suku banjar.

ONE NIGHT STORY

Pada suatu malam, sekelompok warga pedalaman Kalimantan Selatan tersebut pergi ke kota untuk menonton acara orkes dangdut. Karena jalan kaki berkilometer sudah menjadi kebiasaan mereka, maka malam itu mereka pun pergi ke kota hanya dengan berjalan kaki.

Singkat kata

Setelah selesai menonton orkes dangdut tersebut, beberapa warga tersebut pulang kembali ke kampungnya. Di tengah perjalanan di daerah kebun Jati, salah seorang dari mereka meminta beristirahat sejenak. Lalu mereka pun beristirahat.

Baru beberapa menit beristirahat, salah seorang berkata kepada temannya yang lain (menggunakan bahasa dan logat banjar)

Warga 1 : "uma..ai, hibak banar nyamuk disini" (aduh, banyak sekali nyamuk di sekitar sini)

Warga 2 : "hi'ih, bujur jua, dasar hibak nyamuknya. Batis ku gin di igutnya" (betul juga, banyak sekali. Kaki saya pun di giigitnya)

Warga 3 : "tunggu satumat, ulun hidupi api hulu, biar nyamuknya kada wani baparak". (Tunggu sebentar, saya hidupkan api dulu biar nyamuknya gak berani mendekat). (sambil mencari ranting-ranting yang ada di sekitarnya)

Warga 4 : "uuii,...kada di sarik urang lah babakar di sini" (Hei, apa gak dimarah'in orang membakar disini?)

Warga 2 : "bah, siapa jua urang nang tukang sarik. Paling hinggan hantu ja nang bisa sarik!" (bah, siapa juga yang memarahi, paling cuman hantu saja yang bisa marah'in kita!)

Warga 1 : "hi'ih, tu lihati ja tulisan di papan tu, DI LARANG MEMBAKAR ALANG-ALANG" (iya benar. tuh lihat aja tulisan di papan itu "Dilarang membakar alang-alang)

Warga 3 : "bujur jar situ, tu sampai dipadahi urang kada usah alang-alang" (Betul kata kamu, itu sudah di kasih tahu tidak usah di sisa'in)

Warga 4 : "bujur jua lah. hayu ha, bakar bahimat mun kaitu". (Betul juga ya. Kalau begitu, bakar aja semuanya!)

Warga 5 : "dasar jua buhan kam ini, ma'apa sampai barataannya nang di bakar. Hayu baik kita tulakan sudah" (Dasar kalian ini, untuk apa juga membakar semuanya, ayo lebih baik kita pergi dari sini)

Yang menjadi permasalahan adalah kata "Alang-alang" tersebut diatas. Karena ketidakmengertian bahasa Indonesia sehingga kata "alang-alang tersebut di anggap merupakan kata atau bahasa daerah mereka.
Dalam bahasa banjar, Alang-Alang diartikan sebagai "Jangan di sisakan","sekuat-kuatnya jangan sampai tersisa" atau "sebesar-besarnya jangan sampai tersisa / jangan ada yang di tinggalkan".

Ayo gimana kalau anda punya tanah perkebunan yang dipasangi plang dengan kalimat Di larang membakar alang-alang!, bahaya sekali kalau ketemu sama orang banjar.



Lebih baru Lebih lama